Rabu, 18 September 2013

Mengidentifikasi Keputusan dan Kebutuhan Informasi bagi Pengguna LKPP dan LKPD



Latar Belakang
Prestasi yang gemilang atas proses transformasi akuntansi sektor publik, khususnya pada pemerintahan di Indonesia tidak dapat sepenuhnya hanya diukur dari opini atas LKPP, LKKL dan LKPD yang trendnya menunjukkan perbaikan dari periode ke periode. Dengan masih ditemukannya sejumlah penyimpangan dan penyelewengan atas pengelolaan keuangan negara, mengindikasikan masih ada permasalahan dalam proses transformasi tersebut. Permasalahan ini sangat mendasar, karena selain berakibat pada tidak berfungsinya akuntansi secara maksimal, juga karena terjadi pada semua lini. Untuk itu, dalam rangka pembenahannya, maka proses transformasi akuntansi sektor publik semestinya diikuti dengan pembentukan mindset yang sesuai oleh para penentu kebijakan atas fungsi akuntansi dalam lingkup pemerintahan dari hulu sampai ke hilir, dan wujud dari pembentukan mindset tersebut, keberadaan master plan pengelolaan keuangan negara/daerah dan pembentukan komite audit, minimal  pada setiap entitas pelaporan, sudah saatnya untuk diwacanakan sebagai alternatif strateginya.
Dipenghujung tahun 2010 ini, kabar gembira datang dari Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Hadi Poernomo dalam Rapat Paripurna di gedung DPR pada tanggal 12 Oktober 2010 silam berkaitan dengan kualitas penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan Pemerintah Daerah (LKPD). Dinyatakan bahwa kualitas penyusunan LKPP, LKKL dan LKPD saat ini telah lebih baik daripada periode sebelumnya. Hal ini ditandai dengan perubahan opini BPK atas LKPP dari opini tidak memberikan pendapat (TMP/Disclaimer) atas LKPP tahun 2004-2008 menjadi opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas LKPP tahun 2009 serta terjadinya peningkatan persentase opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dan penurunan persentase opini TMP atas LKKL dan LKPD pada tahun 2009.
Pernyataan tersebut setidaknya memberikan angin segar dan secuil harapan atas terwujudnya good governance penyelenggaraan negara di Indonesia, khususnya berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara. Namun, dengan masih ditemukannya 10.113 kasus yang senilai Rp. 26,12 triliun dari 528 objek pemeriksaan BPK pada semester I tahun 2010 tersebut, mengindikasikan bahwa masih ada permasalahan dalam proses transformasi akuntansi sektor publik di Indonesia selama 5 tahun terakhir ini, harapan atas berfungsinya akuntansi dalam rangka mengurangi korupsi dan kolusi, meningkatkan efisiensi dan efektifitas serta mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara ternyata masih belum dapat menunjukkan kontribusinya secara maksimal.
Faktor utama yang mengakibatkan belum maksimalnya fungsi akuntansi di dalam lingkup pemerintahan selama ini dikarenakan proses transformasi akuntansi sektor publik di Indonesia belum sepenuhnya diikuti dengan pembentukan mindset yang sesuai atas fungsi akuntansi dalam organisasi pemerintahan oleh sebagian penentu kebijakan mulai dari Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sampai kepada wakil rakyat di DPR dan DPRD. Hal ini terlihat dari polemik yang tak berujung atas regulasi yang mendasari penerapan akuntansi pada pemerintahan, fungsi akuntansi yang dalam kenyataannya masih banyak dikesampingkan dalam setiap tahapan pengelolaan keuangan negara/daerah dan tidak terpublikasinya laporan keuangan pemerintah secara luas kepada masyarakat, yang kesemuanya itu terjadi dikarenakan anggapan sebagian para penentu kebijakan yang hanya menganggap akuntansi sebagai alat pertanggungjawaban semata atau dalam kata lain hanya menjadikan akuntansi sebagai komoditas politik dalam rangka menjalankan ketentuan perundang-undangan belaka.
Polemik Atas Regulasi
Regulasi yang mendasari penerapan akuntansi pada pemerintahan di Indonesia, khususnya sebagai dasar penyajian laporan keuangan pemerintah telah diberlakukan sejak pertengahan tahun 2005 silam melalui PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Polemik atas regulasi ini adalah selain penuh dengan nuansa politis dalam penetapannya, pemberlakuan basis akrual pada akuntansi pemerintahan yang semestinya telah diberlakukan sejak tahun 2008 silam sebagaimana diamanatkan pada pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Keuangan Negara, juga disinyalir masih terdapat kontroversi dengan ketentuan perundangan-undangan lainnya. Begitupula pada tataran penerapan SAP, khususnya pada Pemerintah Daerah, pedoman pengelolaan keuangan daerah yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri RI belum sepenuhnya sesuai dengan SAP, sehingga untuk menyesuaikan dengan SAP, Pemerintah Daerah harus melakukan konversi terlebih dahulu. Keadaan ini diperparah lagi dengan adanya beberapa Pemerintah Daerah yang tidak memiliki Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang komprehensif dalam mengatur pengelolaan keuangan daerah dan penyajian laporan keuangan pemerintah daerah. Hal inilah yang mengakibatkan akuntansi dari sisi regulasi belum dapat berfungsi secara maksimal.
Pembahasan
Isu terkini didalam pelaksanaan akuntansi keuangan daerah adalah mengenai penerapan PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai pengganti PP Nomor 24 Tahun 2005. Dimana PP 71 merupakan penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual murni meskipun didalam peraturan tersebut juga masih diakomodir pilihan menerapkan basis kas  menuju akrual sebagaimana yang diatur didalam PP nomor 24 tahun 2005 selama masa transisi dimana pelaksanaan akrual murni paling tidak harus diterapkan paling lambat empat (4) tahun setelah peraturan ini diterbitkan.
Komitmen Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan reformasi di bidang akuntansi terutama untuk penerapan akuntansi berbasis akrual pada setiap instansi pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah, dimulai tahun anggaran 2008. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 36 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut: ”Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.”
Apa yang dimaksud dengan akuntansi berbasis akrual, yaitu suatu basis akuntansi di mana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Dalam akuntansi berbasis akrual, waktu pencatatan (recording) sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya, sehingga dapat menyediakan informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus sumber daya dicatat.
Study #14 IFAC Public Sector Committee (2002) menyatakan bahwa pelaporan berbasis akrual bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja pemerintah terkait biaya jasa layanan, efisiensi, dan pencapaian tujuan. Dengan pelaporan berbasis akrual, pengguna dapat mengidentifikasi posisi keuangan pemerintah dan perubahannya, bagaimana pemerintah mendanai kegiatannya sesuai dengan kemampuan pendanaannya sehingga dapat diukur kapasitas pemerintah yang sebenarnya. Akuntansi pemerintah berbasis akrual juga memungkinkan pemerintah untuk mengidentifikasi kesempatan dalam menggunakan sumberdaya masa depan dan mewujudkan pengelolaan yang baik atas sumberdaya tersebut.


Jika dibandingkan dengan akuntansi pemerintah berbasis kas menuju akrual, akuntansi berbasis akrual sebenarnya tidak banyak berbeda. Pengaruh perlakuan akrual dalam akuntansi berbasis kas menuju akrual sudah banyak diakomodasi di dalam laporan keuangan terutama neraca yang disusun sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).  Keberadaan pos piutang, aset tetap, hutang merupakan bukti adanya proses pembukuan yang dipengaruhi oleh asas akrual.
Ketika akrual hendak dilakukan sepenuhnya untuk menggambarkan berlangsungnya esensi transaksi atau kejadian, maka kelebihan yang diperoleh dari penerapan akrual adalah tergambarkannya informasi operasi atau kegiatan. Dalam sektor komersial, gambaran perkembangan operasi atau kegiatan ini dituangkan dalam Laporan Laba Rugi. Sedangkan dalam akuntansi pemerintah, laporan sejenis ini diciptakan dalam bentuk Laporan Operasional atau Laporan Surplus/Defisit.
Dengan demikian, perbedaan kongkrit yang paling memerlukan perhatian adalah jenis/komponen laporan keuangan. Perbedaan mendasar SAP PP 24/2005 dengan SAP Akrual terletak pada PSAP 12 mengenai Laporan Operasional. Entitas pemerintah melaporkan secara transparan besarnya sumber daya ekonomi yang didapatkan, dan besarnya beban yang ditanggung untuk menjalankan kegiatan pemerintahan. Surplus/defisit operasional merupakan penambah atau pengurang ekuitas/kekayaan bersih entitas pemerintahan bersangkutan.  Secara ringkas perbedaan komponen laporan keuangan basis akrual dengan basis kas menuju akrual disajikan pada Lampiran II.
Walaupun basis akrual berlaku efektif  untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran mulai tahun 2010, tetapi apabila entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Penerapan SAP Berbasis Akrual dapat dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual. Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap pada pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan, sedangkan untuk pada pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (pasal 7 PP 71 tahun 2010).


oleh Mayda Istianah
C1C011051

Assalamu'alaikum... Kenalan dulu yuk ah hehe

Alhamdulillah yey! akhirnya nge-blog lagi wuehehee setelah sekian lama lupa password lupa username daaan ga ngeblog lagi..

tapi sekarang gw butuh banget yang namanya ngeblog bukan hanya karena ada tugas tapi ada tujuan tertentuuuu hahaaha. Pokoknya gitu deeh susah dijelasinnya.

well langsung aja deh liat isi blognya aja ya mas, mba, tante, om, nenek kakek oma opa dan semuanya, mau comment, comment aja yaa. Monggo

yuk ah Assalamu'alaikum chang ching hehe :D